Wakil Ketua DPRD Riau Minta Sistim Zonasi PPDB Ditinjau Ulang Rabu, 07/06/2023 | 21:59
Hardianto
BNEWS - Polemik terus terjadi setiap tahun, saat Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Kondisi ini mengundang reaksi dari wakil ketua DPRD Riau Hardianto, yang meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau berani mendobrak agar sistim PPDB dikembalikan ke pola lama.
"PPDB ini bermasalah setelah sistim zonasi diterapkan. Dan ini bukan kehendak kita di daerah. Sistim ini sesuai peraturan Menteri Pendidikan. Ini yang harus diubah," ujarnya, Rabu (7/6/2023).
Seingat Hardianto, sejak kecil ia bersekolah sebelum sistim zonasi diberlakukan, PPDB tidak pernah bermasalah dan fair bagi semua orang.
"Nilainya sesuai masuk. Sehingga tidak ada lagi istilah sekolah unggulan. Nah dengan sistim zonasi hari ini sarat dinamika dan polemik. Ini yang sebenarnya Pemprov Riau terutama Dinas Pendidikan (Disdik) harus berani mendobrak ke Kementerian, kembali ke sistim yang lama," ucapnya.
Menurut politisi asal fraksi Gerindra itu, dengan sistim PPDB sekarang, banyak kelurahan atau daerah yang tidak dapat zonasi. Seperti Duri, Mandau kabupaten Bengkalis, kota Dumai dan daerah-daerah lainnya.
"Contoh kelurahan Dumai kota itu, bicara SMA yang terdekat cuma SMAN 2. Dan SMAN 2 itu tidak masuk dalam zonasi kecamatan Dumai kota, tapi masuk kecamatan Dumai Timur," ungkap Hardianto.
Hardianto menilai sistim zonasi ini merupakan puncak polemik dari PPDB. Belum lagi potensi pungutan liar (pungli). Ia menilai PPDB ini seperti makhluk halus. Dibilang ada tak nampak.
"Dibilang tak ada kita mendengar," ujarnya.
Hardianto pun berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kapolda dan Kejati untuk turun tangan. Ini dimaksudkan agar jangan terdengar lagi pungli pada proses PPDB di Riau. Ia mengatakan, ketika anak sekolah diawali dengan pungli, maka sudah tak bagus.
"Kalau sesuatu itu sudah diawali dengan bayar membayar, tentu hasilnya sudah tak bagus," ucap dia.
Oleh karena itu Hardianto menyarankan agar PPDB ditinjau ulang. Pertama mekanisme KK yang harus 2 tahun, dan pungli.
"Saya dengar KK yang di sekolah yang akan dituju, belum berusia 1 tahun akhirnya percuma. Makin banyak persoalan, makin banyak celah yang diciptakan," kata dia.
Kemudian pungli. Menurutnya kalau mau bantu, dibantu saja. Tapi jangan ada yang mematok masuk sekolah ini Rp 5 juta. Masuk sekolah elit Rp 10 juta.
"Dan ini bukan rahasia umum. Cuma tidak ada yang berani mengadu menjadi saksi," ucapnya.
Ketika awak media mempertanyakan bahwa ada dugaan di internal DPRD Riau sendiri ada oknum-oknum yang mengeluarkan rekomendasi ke sekolah-sekolah tertentu agar diterima pasca diumumkannya hasil seleksi PPDB, Hardianto mengatakan itu sifatnya izin Kementerian.
"Makanya saya bilang tadi kalau mau bantu, bantulah. Tapi jangan ada oknum yang memanfaatkan itu minta sekian," ujarnya.
Disisi lain Hardianto juga mengungkapkan bahwa jumlah sekolah yang tersedia dengan jumlah anak yang tamat SMP melanjutkan ke SMA/SMK, tidak berbanding lurus.
"Jumlah SMA/SMK itu tidak mampu menampung anak se Provinsi Riau yang akan melanjuykan sekolah. Sehingga setelab PPDB, biasanya Disdik Riau akan berkonsultasi dengan Kementerian. Karena kalau tidak diijinkan oleh Kementerian, konsekwensinya tidak masuk Dapodik," tukasnya.**/fin