Warga Kabupaten Limapuluh Kota Khawatir Proyek Tol Rusak Lahan produktif Kamis, 28/01/2021 | 20:21
SUMBAR - Perwakilan warga lima nagari di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat (Sumbar) mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Kamis (28/1/2021). Mereka mengadukan lahannya yang terdampak pembangunan proyek Tol Trans Sumatra ruas Padang-Pekanbaru.
Masyarakat lima nagari tersebut berkesimpulan adanya maladministrasi dalam pembangunan tol dan ada dugaan maladministrasi. Lima nagari tersebut adalah Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruh dan Nagari Gurun.
Menurut Sekretaris Forum Masyarakat Terdampak Tol, Ezi Fitriana usai pertemuan dengan Ombudsman, sejak dari proses pemancangan jalan tol, dilakukan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu.
Menurutnya, penyelanggara bekerja hanya berdasarkan foto satelit, kemudian dilakukan sosialisasi. Padahal saat proses sosialisasi masyarakat sudah tidak sepakat dengan berbagai macam pertimbangan.
“Antara lain rute ini akan melalui lahan produktif dan pemukiman padat penduduk. Kemudian juga akan merusak sosial budaya, tatanan adat yang kami pertahankan selama ini,” kata Ezi.
Menurutnya, pembangunan tol akan menyebabkan hilangnya kaum persukuan. Tetapi semua pertimbangan keberatan tersebut tidak didengar oleh pihak penyelenggara dan mereka terus melakukan proses pembangunan.
Ezi mengungkapkan, pihaknya telah menyurati dan membuat berita acara kesepakatan di lima nagari tersebut. Surat bahkan sudah dikirim ke instansi terkait mulai tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. Tapi surat tersebut belum direspon. Begitupun hearing bersama DPRD telah dilakukan.
“Mereka bilang bahwa ini masih basic persiapan, masih tahap perencanaan dini, masih jauh lagi dari proses penetapan lokasi. Tapi rencana-rencana itu sudah mulai melakukan pemetaan, sudah mulai inventarisir lahan, dan sudah punya target pembebasan lahan,” ujarnya, dilansir dari langgam.id.
“Dibilang ini masih tahap awal, belum rencana, mungkin bisa berubah, tapi seakan-akan intervensi dan intimidasi ke masyarakat. Jika masyarakat masih menolak, jalan tol tidak akan ada di Sumbar,” ujarnya.
Perkataan itu berdampak seakan-akan masyarakat di lima nagari dijadikan musuh bersama masyarakat Sumbar untuk menggagalkan jalan tol. Maka itu, informasi tersebut mesti diluruskan.
“Ini yang kami sampaikan ke Ombudsman. Kami ingin meluruskan informasi-informasi yang keliru terhadap perjuangan kami,” ucapnya.
Fitriana berharap dengan aduan masyarakat ini, Ombudsman dapat memfasilitasi untuk bertemu atau hearing dengan pemegang kebijakan. Dalam hal ini, tentunya Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
Sementara itu Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, pihaknya saat ini masih meminta dokumen kelengkapan. Sehingga apa yang disampaikan masyarakat dapat menjadi sebuah laporan.
“Kami apresiasi upaya mereka untuk menjadi bagian yang terpenting dalam pembangunan sendiri. Sebenarnya aduan ini sejak Desember 2020 dengan cara mengirimkan laporan melalui WhatsApp,” kata Yefri.***