Komnas HAM Buka Posko Pengaduan untuk Korban Aksi Unjuk Rasa Jumat, 29/08/2025 | 16:33
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah (tengah) memberikan keterangan
Berkabarnews.com, Jakarta - Sebagai bentuk komitmen untuk secara penuh mendorong terwujudnya situasi HAM yang kondusif, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membuka posko aduan bagi korban aksi unjuk rasa. Hal ini dikatakan Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (29/8/2025).
Menurut Anis, nomor telepon pengaduan yang bisa dihubungi adalah 081226798880 dan masyarakat yang menjadi korban selama aksi unjuk rasa bisa menjangkau Komnas HAM sehingga bisa menyampaikan aduan secara cepat.
“Kami juga sudah membentuk tim untuk melakukan pemantauan di beberapa titik lokasi di Jakarta, termasuk standby (siaga) di Polda [Metro Jaya] dan juga beberapa rumah sakit di mana para korban yang mengalami luka ada di beberapa rumah sakit tersebut,” ujarnya.
Komnas HAM juga akan memeriksa tujuh pelaku yang diduga terlibat dalam insiden kendaraan taktis (rantis) milik Brimob yang melindas pengemudi ojek online (ojol) hingga tewas saat membubarkan massa demo di Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025) malam.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Putu Elvina mengatakan dari penelusuran sementara, lembaganya menemukan setidaknya dua fakta awal terkait unjuk rasa beberapa hari terakhir.
Fakta pertama, diduga kuat terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of power force) oleh aparat dalam penanganan aksi unjuk rasa pada Kamis (28/8/2025) sehingga mengakibatkan korban jiwa dan ratusan korban luka-luka.
“Fakta kedua adalah terjadi pembatasan tidak proporsional dan tidak perlu terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi oleh aparat,” imbuh Putu dalam kesempatan yang sama.
Menurut Komnas HAM, penggunaan kekuatan berlebihan serta tidak sesuai Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa dan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian terhadap massa aksi merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.**/ara