Hijrah Tidak Ada Nilainya Jika Bukan karena Allah dan Rasul Rabu, 14/07/2021 | 06:50
BNEWS - Hijrah ini wajib bagi Muslim karena hijrah menuju Allah tak akan pernah terputus sampai nyawa seseorang itu dicabut Allah. Hijrah tidak akan bernilai ibadah jika tujuannya bukan karena Allah dan Rasul.
Menurut Ustaz Luthfi, seseorang yang hanya melakukan perubahan pada diri dan kehidupannya bukan karena tujuan menggapai keridhaan dan ke taatan kepada Allah, maka hijrahnya tersebut akan sia-sia
Terpenting kata Luthfi, adalah menghijrahkan hati terlebih dulu untuk mencapai keridhaan dan ketaatan kepada Allah. Ini sebagaimana hadits Nabi SAW:
"Sesungguhnya setiap amalan bergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang dia tuju itu." (HR Bukhari dari Umar bin Khattab RA).
Seseorang yang hendak berhijrah harus mengetahui tujuan hijrahnya. Puncak hijrah adalah berpindahnya penghambaan hati dari selain Allah menuju Allah. Artinya, seseorang yang berhijrah dalam menjalankan setiap aktivitas kehiduapannya senantiasa berorientasi mencapai ridha Allah.
"Orang yang berhijrah akan sekuat tenaga meninggalkan segala hal yang dilarang dan dimurkai Allah dan menuju setiap perkara yang dicintai-Nya," kata Ustadz Luthfi.
Perjalanan hijrah seorang Muslim akan menjadi mudah manakala dilandasi rasa cinta yang besar kepada Allah. Sebaliknya hijrah seseorang akan menjadi beban dan berat ketika kecintaan terhadap dunia lebih besar daripada kecintaan kepada Allah dan Rasul.
Hijrah kepada Rasul bermakna menyerahkan semua perkara agama dengan bersandarkan apa yang diajarkan Rasulullah SAW. Mengambil semua apa yang diajarkan Rasul dan meninggalkan hal yang dilarangnya kendati perkara tersebut tak bisa dimengerti akal dan tidak sesuai dengan nafsu diri.
Sebagaimana tertuang dalam Alquran surat An Nisa ayat 65 yang artinya: "Demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Nabi Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
Menurut Ustadz Luthfi, ayat tersebut menjelaskan, orang yang berhijrah perlu menerima semua yang diperintahkan dan dianjurkan Rasul dalam haditsnya dan tidak menentang bahkan menolak hadits Rasul dengan berbagai alasan dan pendapat pribadi.
Orang yang berhijrah kepada Rasul berarti menjadikan Rasulullah sebagai sosok yang dikagumi, diagungkan, dicintai, diteladani, dan ditaati setiap yang dikatakan Rasulullah dalam haditsnya.
Orang yang berhijrah tak cukup hanya mengetahui tujuan hijrahnya. Dia memerlukan bekal, yakni ilmu agama untuk sampai pada keridhaan Allah. Dengan ilmu agama, seseorang yang berhijrah tidak akan tersesat dalam perjalanannya berhijrah.
Untuk mendapatkan ilmu itu, menurut Ustadz Luthfi, tak ada cara lainnya kecuali dengan mempelajari dan mengikuti apa yang diajarkan Rasul, para sahabat dan orang-orang saleh yang telah berhasil dalam hijrahnya.
"Mau menuju ke Allah tujuannya tahu, tapi bagaimana supaya benar, harus dibekali ilmu agama. Kalau dia berilmu, dia tahu bagaimana jalan, arah, dan rambu-rambu menuju tujuannya itu," kata Ustadz Luthfi.***/ara/rol