Talkshow Lintas Perspektif Ruang Rimba Selatan Serukan Pelestarian Harimau Sumatera Senin, 04/08/2025 | 14:14
Talkshow Ruang Rimba Selatan Vol.1, Jumat (1/8/2025).
PEKANBARU – Dalam rangka memperingati Global Tiger Day 2025, Komunitas Akar Ilalang berkolaborasi dengan Antitesa Coffee & Library, Independent Movement Production, serta Tiger Heart Riau mempersembahkan “Ruang Rimba Selatan Vol.1”, sebuah talkshow lintas perspektif yang mengangkat isu pelestarian harimau sumatera dan keberlanjutan ekosistem hutan tropis.
Talkshow yang diadakan di Antitesa Coffee & Library, Jumat (1/8/2025) ini menjadi wadah pertemuan berbagai pihak, mulai dari masyarakat umum, aktivis lingkungan, pemerintah, akademisi, hingga perwakilan organisasi konservasi. Tiga narasumber dengan latar belakang berbeda dihadirkan untuk memantik diskusi yaitu dari komunitas Akar Ilalang, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, serta WWF Indonesia.
Rinai Bening Kasih, perwakilan dari Akar Ilalang, menekankan pentingnya peran komunitas dalam membangun kesadaran kolektif untuk menjaga hutan dan habitat satwa liar. Ia menyebut bahwa ruang-ruang edukasi nonformal seperti talkshow ini adalah salah satu upaya untuk menyatukan suara anak muda, aktivis, dan masyarakat dalam upaya pelestarian.
“Anak muda harus menyadari bahwa pelestarian harimau bukan hanya isu lingkungan, tapi juga soal keadilan ekologis dan keberlanjutan hidup manusia itu sendiri. Komunitas punya kekuatan dalam membangun narasi dan aksi nyata di akar rumput,” ujarnya.
Sementara itu, Ujang Holisudin yang mewakili perspektif pemerintah dalam pengelolaan konservasi menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap perburuan liar dan perusakan habitat, serta perlunya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
“Penyelamatan harimau sumatera adalah bagian dari upaya menyelamatkan masa depan manusia dan bumi. Harimau bukan hanya simbol kekayaan hayati, tetapi juga penjaga hutan terakhir yang keberadaannya menentukan kelangsungan hidup kita bersama,” kata Ujang.
Ia juga menambahkan bahwa BBKSDA terus melakukan patroli dan pemantauan populasi satwa liar serta menangani konflik antara manusia dan harimau secara terpadu.
Upaya mitigasi interaksi negatif manusia dan satwa liar seperti harimau, jelas Ujang, telah memiliki dasar hukum yang kuat. Di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta PP No. 7 Tahun 1999 yang mengatur penyelamatan satwa yang keluar dari habitatnya. Selain itu, terdapat Permenhut No. P.48 Tahun 2008 jo. P.53 Tahun 2014 sebagai pedoman teknis penanggulangan konflik, serta Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2023 yang menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam pelestarian keanekaragaman hayati.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Penanganan interaksi negatif membutuhkan dukungan semua pihak, terutama masyarakat di sekitar kawasan hutan. Ketika harimau masuk ke kebun atau permukiman, itu bukan semata-mata karena mereka agresif, tapi karena habitatnya terdesak. Kita harus memahami bahwa pelestarian satwa adalah bagian dari menjaga keseimbangan alam," tegasnya.
Dari sisi sains, Beno Fariza Syahri dari WWF Indonesia menjelaskan bahwa pendekatan berbasis data menjadi fondasi penting dalam strategi konservasi. Teknologi seperti kamera trap dan survei ekologis digunakan untuk memetakan sebaran populasi serta kondisi habitat.
“Harimau sumatera adalah satu-satunya subspesies harimau yang masih bertahan di Indonesia. Saat populasinya menurun atau menghilang, itu bukan sekadar kehilangan satwa, tapi juga alarm krisis ekologis seperti rantai makanan rusak, keanekaragaman hayati hilang, dan sistem penyangga kehidupan runtuh,” jelas Beno.
Ia juga menambahkan bahwa keberadaan harimau di Riau adalah sesuatu yang patut dibanggakan.
“Kita di Riau patut berbangga karena masih memiliki habitat harimau, sesuatu yang bahkan membuat negara tetangga iri. Harimau adalah bagian penting dari ekosistem,” tegasnya.
Acara ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan harimau sumatera, membuka dialog lintas lembaga, serta menginspirasi tindakan kolektif yang konkret untuk menjaga keberlanjutan hutan dan kehidupan satwa liar.**//rbk