Perusahaan Inggris Kemungkinan Terlibat Kerja Paksa Muslim Uighur di China Kamis, 18/03/2021 | 10:29
Ilustrasi
LONDON - Komite Bisnis, Energi dan Strategi Industri (BEIS) Majelis Rendah Parlemen Iggris memperkirakan sejumlah perusahaan Inggris mungkin 'terlibat' dalam penggunaan kerja paksa warga Uighur di Provinsi Xinjiang, China.
Menurut laporan anggota parlemen, berbagai perusahaan pakaian, eceran, media dan teknologi kemungkinan terlibat.
"Dan kini tiba saatnya untuk menjatuhkan denda dan memasukkan nama-nama perusahaan yang gagal membuat perubahan ke dalam daftar hitam," bunyi laporan tersebut.
Komite BEIS mengatakan pihaknya terkejut mendapati banyak perusahaan masih tak mampu menjamin jaringan suplainya bebas dari praktik kerja paksa. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa perusahaan yang tidak bisa membuktikan diri bersih dari praktik kerja paksa di Xinjiang harus diberi sanksi.
Laporan tersebut mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah mempercepat rencana mengubah dan memperkuat Akta Perbudakan Modern 2015.
Para anggota parlemen juga merekomendasikan agar pemerintah menyusun kerangka kebijakan untuk membuat daftar perusahaan putih dan daftar perusahaan hitam bagi mereka yang berhasil dan mereka yang gagal memenuhi kewajiban dalam rangka melindungi hak asasi manusia di seluruh rantai suplainya.
Untuk menyusun laporan ini, Komite BEIS mendengarkan keterangan dari berbagai saksi termasuk mereka yang bekerja untuk perusahaan Boohoo, H&M, TikTok, The North Face dan Nike.
Disebutkan dalam laporan "jelas tidak dapat diterima" bahwa Boohoo hanya mempunyai sedikit data tentang berbagai jenjang di rantai suplainya.
Juru bicara Boohoo mengatakan perusahaannya "telah membuat perbaikan besar-besaran terhadap praktik-praktik jaringan suplainya", dan "kelompok usaha itu menanti-nantikan penerbitan jaringan suplainya di Inggris pekan depan".
Walaupun laporan parlemen Inggris ini mengangkat banyak keprihatinan tentang penggunaan kapas dari Xinjiang oleh perusahaan retail dan perusahaan penyedia, perusahaan-perusahaan lain juga mendapat sorotan.
Laporan anggota parlemen menyoroti Disney, yang oleh mereka dikatakan menolak memberikan bukti lisan dalam rapat dengan komite. Keterangan Disney yang diminta adalah terkait dengan pembuatan film Mulan. Sebagian syuting film tersebut dilakukan di Provinsi Xinjiang.
"Perusahaan Walt Disney Company mempunyai tanggungjawab untuk menunjukkan bahwa tak satu pun tindakannya mendukung penindasan atau merongrong hak asasi manusia selama pembuatan Mulan," kata laporan parlemen Inggris.
Seorang juru bicara Disney menjawab tudingan dalam laporan parlemen dengan mengatakan: "Kami menghormati peran dan pandangan komite khusus dan ketika kami dihubungi oleh komite, kami memberikan keterangan yang relevan dan kesaksian tertulis yang kuat."
Nusrat Ghani, salah seorang anggota Komite BEIS dari Partai Konservatif mengatakan: "Sangat mengkhawatirkan jika perusahaan-perusahaan melayani jutaan konsumen Inggris tidak bisa menjamin bahwa rantai suplai mereka bebas dari kerja paksa.
Wartawan BBC masalah perdagangan global, Darshini David melaporkan 20% produksi kapas dunia berasal dari Xinjiang dan muncul bukti-bukti semakin kuat bahwa warga Muslim Uighur dipaksa bekerja di ladang dan pabrik.
Kurangnya keterbukaan dalam jaringan suplai, lanjutnya, membuat sejumlah perusahaan terlibat dalam pelanggaran itu tanpa disadari.**/sumber: detik.com