BNEWS - Puluhan orangtua calon siswa mendatangi Komisi V DPRD Riau. Mereka menuntut agar pihak sekolah transparan dalam sistim zonasi Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023/2024.

"Ini sebetulnya kelanjutan perjuangan kita tahun 2020. Kita memperjuangkan hak anak tempatan dan Alhamdulilah ketika itu, kami bersama pak Idham dan teman-teman berhasil. Sehingga jarak zonasi itu sampai 2,1 km," ujar perwakilan orangtua siswa, Destiani, Kamis (8/6/23).

Destiani menceritakan, saat itu KK tumpangan dikeluarkan. Sehingga memang clear anak tempatan tersebut. Akan tetapi tahun 2021 dan 2023 hal itu kembali terjadi dan sempat kami mengadu ke DPRD waktu itu.

Tahun ini kata Destiani, sistim zonasi kembali terjadi dengan sangat singkat yakni, 600 sampai 700 meter di SMAN 1.

"Hal itu secara logika tidak masuk akal. Setiap tahun kuota itu terpenuhi oleh jarak yang sangat minim tadi. Pertanyaannya apakah setiap tahun itu ibu-ibu zaman dulu itu melahirkan 200 orang di jarak itu. Itu kan tidak mungkin," ujar Destiani.

Menurutnya, hal itu mestinya dijadikan kajian anggota dewan, pantia, dan pembuat juknis. Sehingga tidak ada celah PPDB. Di tahun ini kata Destiani, PPDB yang tengah berlangsung jarak makin minim. Padahal KK minimal 2 tahun.

"Mestinya dengan KK 2 tahun, jaraknya semakin jauh. Karena banyak yang terjebak. Masyarakat banyak yang terjebak mengurus KK 1 tahun. Tapi faktanya SMA 1 tetap di 700 meter dan SMA 8, 1 kilometer. Dua sekolah ini menjadi sanple. Dan ini kami perjuangkan ke seluruh sekolah," tuturnya.

Ia menegaskan, pihaknya menuntut transparansi pihak sekolah. Karena yang dijadikan dasar adalah jarak. Sementara jarak itu berdasarkan alamat. Dan alamat itu berdasarkan KK.

"Nah, itu yang kami tuntut, mencantumkan alamat siswa, agar apabila sekolah tak bisa mensurvei, biar masyarakat yang survei karena masyarakat pasti tahu siapa tetangganya. Dan ini tidak dilakukan oleh pihak sekolah," tandas Destiani.**/fin