JAKARTA - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi, sebelumnya tercatat sebagai tokoh anti-korupsi dan menjadi orang yang dianggap berkontribusi dalam gerakan antikorupsi. Sayang, Nurdin tersandung kasus dugaan suap pengadaan proyek infrastruktur.

Nurdin, yang lahir di Pare-pare, Sulsel, pada 7 Februari 1963 juga pernah mendapatkan penghargaan dari Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA).

Ayah tiga anak ini menyelesaikan studi S1 di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar pada 1986. Kemudian melanjutkan program pascasarjana di Universitas Kyusu Jepang dengan program studi agrikultur pada 1991. Tiga tahun kemudian, pada 1994, Nurdin meraih gelar doktor  di bidang agrikultur.

Nurdin yang cukup aktif berorganisasi ini meniti kariernya di perusahaan swasta, PT Maruki Internasional Indonesia, sebagai direktur. Ia juga pernah menjadi Presiden Direktur Global Seafood Japan, dan Direktur Kyushu Medical Co. Ltd.

Dalam lingkup perguruan tinggi, Nurdin juga menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, selain menjadi Dewan Penyantun Politeknik Negeri Makassar.

Nurdin baru masuk ke ranah politik pada tahun 2008 ketika terpilih sebagai Bupati Bantaeng, Sulsel. Nurdin menjabat selama dua periode hingga 2018. Nurdin juga dikenal sebagai kepala daerah pertama yang bergelar profesor.

Tahun 2018, tak lama usai menjabat sebagai bupati Bantaeng, ia terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Selatan untuk periode 2018-2023.

Sayangnya, di sini Nurdin tersandung. Belum sampai habis masa jabatannya, Nurdin ditangkap KPK pada Sabtu (27/2/2021) terkait kasus korupsi. Nurdin diduga menerima uang Rp5,4 miliar dari sejumlah kontraktor.

Nurdin, sungguh sayang, dulu tercatat sebagai tokoh anti-korupsi, namun sekarang menjadi tersangka kasus korupsi dan waktu tentu saja tidak bisa diputar surut, segalanya telah terjadi.**/zi