Hijrah Saat Pandemi, Melenyapkan Keserakahan Menjadi Kedermawanan
Jumat, 06-08-2021 - 12:11:11 WIB
TERKAIT:
   
 

SEJAK penaklukan Kota Makkah (fathul Makkah) pada tahun kedelapan Hijriyah, tidak ada lagi hijrah sebagaimana dijalani oleh Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Madinah.

Beliau pernah bersabda, “Tidak ada hijrah setelah fathul Makkah, tapi yang ada adalah jihad dan niat.” (HR Muslim).

Alquran menegaskan, hijrah mesti dilandasi iman dan disertai jihad di jalan Allah. (QS al-Baqarah [2]: 218).

Prof  Buya Hamka dalam “Tafsir Al-Azhar” menegaskan, ayat ini mengajarkan tiga tingkat penyempurnaan iman, yakni; iman kepada Allah, sanggup hijrah karena iman dan sanggup berjihad apabila perintah datang. 

Abdullah bin Umar RA meriwayatkan, Nabi SAW berpesan, “Berhati-hatilah kalian akan sifat bakhil. Sungguh, kebakhilan telah membinasakan orang-orang sebelum kamu. Jika ia menyuruh berbuat zalim, mereka pun berbuat zalim. Jika ia menyuruh memutuskan hubungan kekerabatan, mereka pun memutuskannya. Jika ia menyuruh berbuat dosa, mereka pun melakukannya. Berhati-hatilah akan perilaku zalim sebab kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Berhati-hatilah kalian akan sifat keji karena Allah tidak suka dengan perkataan dan perbuatan yang keji.”

Seketika ada bertanya, “Wahai Rasulullah, Muslim yang bagaimanakah paling utama?” Beliau menjawab, “Seorang Muslim yang kaum Muslimin selamat dari bahaya lisan dan tangannya.”

Lalu, ada yang bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, jihad yang macam apakah paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang kudanya terluka dan darahnya bersimbah.”

Kemudian ada lagi yang bertanya, “Wahai Rasulullah, hijrah yang seperti apakah paling utama?” Beliau menjawab, “Engkau jauhi sesuatu yang dibenci Rabb-mu…” (HR Ahmad).

Beranjak dari petuah di atas, esensi hijrah di masa pandemi saat ini dapat dimaknai antara lain; Pertama, hijrah dari kebakhilan. Saatnya kita membersihkan hati dari sifat kikir dengan bersedekah kepada mereka yang dilanda kesusahan.

Kedua, hijrah dari kezaliman. Saatnya kita menyadari bahwa kekuasaan dan kekayaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan.  

Ketiga, hijrah dari kekejian. Saatnya kita meninggalkan  segala kekejian dan kemaksiatan yang merusak diri dan generasi masa depan.

Keempat, hijrah dari keburukan. Waktunya kita bicara, menulis dan bertindak yang positif dan konstruktif agar kehidupan segera pulih dari keterpurukan. 

Walhasil, di masa pandemi saat ini, kita perlu wajib hijrah ideologis, yakni meninggalkan kesyirikan menuju ketauhidan agar semakin dekat kepada Allah SWT.

Hijrah sosiologis, yakni melenyapkan keserakahan menjadi kedermawanan, agar tumbuh kebersamaan. Hijrah politis, yakni melepas keangkuhan berganti ketawadhuan agar tercipta keadilan.**Hasan Basri Tanjung/sumber: Republika

 




 
Berita Lainnya :
  • Hijrah Saat Pandemi, Melenyapkan Keserakahan Menjadi Kedermawanan
  •  
    Komentar Anda :

     
    PILIHAN +
    #1 BNPT: Mengubah Pancasila Berarti Membubarkan Bangsa Indonesia
    #2 Let's Graze with Cows at Padang Mangateh
    #3 JualBuy.com, Startup Asli Anak Riau Resmi Diluncurkan
    #4 Airlangga Hartanto Serahkan SK Pada Adi Sukemi untuk Maju di Pilkada Pelalawan
    #5 Polda Riau Selidiki Uang BLT Covid-19 yang Diselewengkan
     

     

    Quick Links

     
    + Home
    + Redaksi
    + Disclaimer
    + Pedoman Berita Siber
    + Tentang Kami
    + Info Iklan
     

    Kanal

     
    + Nasional
    + Politik
    + Ekonomi
    + Daerah
    + Hukrim
     
     

     

     
    + Internasional
    + Lifestyle
    + Indeks Berita
     
     
    © 2020 berkabarnews.com, all rights reserved