Kisah Cucu Nelson Mandela yang Mualaf dan Berjuang untuk Palestina
Selasa, 10-11-2020 - 09:01:59 WIB
Cucu Nelson Mandela
TERKAIT:
   
 

AFSEL - Cucu tokoh perjuangan anti-apartheid Afrika Selatan, Nelson Mandela, ternyata seorang mualaf. Sejak menjadi seorang Muslim ia kerap memperjuangkan kebebasan Palestina. Nama lengkapnya Nkosi Zwelivelile Mandla Mandela.

Mandla berasal dari klan Abathembu yang didapat dari kakeknya. Pada 2007 dia diangkat sebagai kepala suku Xhosa sekaligus dilantik sebagai ketua Dewan Adat Mvezo. Saat itu Ia masih berusia 32 tahun, berperan sebagai juru bicara kelompoknya dan memimpin upacara lokal serta menyelesaikan perselisihan yang terjadi.

Mandla merupakan lulusan ilmu politik dan dia bersumpah mencoba membantu orang-orang di pedesaan Eastern Cape, yang merupakan salah satu daerah termiskin di negara itu, sebelum dia dilantik.

Ketua Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan (Contralesa) Patekile Holomisa mengatakan seharusnya posisi itu dipegang oleh Nelson Mandela. Namun, karena usianya sudah lanjut maka harus diberikan kepada penggantinya. Nelson sendiri pada lebih dari 70 tahun lalu telah memegang posisi kepala suku tersebut.

Pada tahun 2015 cucu Mandela ini memutuskan masuk Islam. Lalu, pada awal 2016 menikah dengan perempuan yang juga beragama Islam bernama Rabia Clarke. Dia merasa terhormat dan senang bisa mengumumkan pernikahannya yang berlangsung di Cape Town pada 6 Februari 2016.

"Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua Rabia, keluarga besarnya, dan komunitas Muslim, yang telah menyambut saya di hati mereka. Meskipun Rabia dan saya dibesarkan dalam tradisi budaya dan agama yang berbeda, kebersamaan kami mencerminkan kesamaan kami, kami adalah orang Afrika Selatan," kata Mandla.

Masuk Islamnya Mandla memicu protes dari Kongres Pemimpin Tradisional Afrika Selatan (Contralesa) yang tidak senang dengan hal itu. Contralesa meminta Mandla untuk mundur dari jabatannya sebagai kepala suku Xhosa karena telah memeluk keyakinan baru. Mandla disebut tidak bisa memimpin sukunya dengan agama baru yang baru saja dipilih.

Contralesa menyampaikan, posisi Mandla sebagai Muslim dapat mempengaruhi kemampuannya menegakkan tradisi Xhosa. Nonkonyane mengatakan agama yang baru dipeluk Mandla bisa menimbulkan konflik bagi rakyatnya.

"Tidak ada yang salah dengan seorang pemimpin tradisional mengikuti keyakinan yang dia pilih, tetapi kami prihatin apakah dia akan dapat terus menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala suku," kata Nonkonyane.

Tugas kepala adat salah satunya adalah memimpin ritual ucapan syukur untuk leluhur, termasuk mempersembahkan hewan yang disembelih kepada mereka dalam doa. Praktik semacam itu dianggap tidak sejalan dengan kepercayaan banyak Muslim.

Nonkonyane menyebut apa yang dilakukan Mandla bertentangan dengan tradisi bahwa pria mengambil alih budaya istrinya.

"Menurut tradisi Afrika, perempuanlah yang harus menjadi bagian dari keluarga yang akan dinikahinya (pihak pria). Ketika dia menerima lamaran Mandla, harapannya adalah agar dia mengadopsi cara-cara rakyatnya," katanya.

Terlepas dari seluruh polemik itu, Mandla kini seorang Muslim yang berjuang melawan ketidakadilan dan penindasan di belahan dunia lain. Tak heran, Mandla aktif menyuarakan dukungan untuk Palestina dan mengecam Israel karena telah berperilaku rasialis.

Mandla menilai, apa yang dialami rakyat Palestina selama berpuluh-puluh tahun merupakan contoh pelembagaan rasialisme. Selain rasialisme, juga terjadi pengendalian sistematis terhadap kehidupan Palestina, pencurian tanaman, pembatasan kehidupan pertanian, dan pencaplokan tanah secara ilegal. Karena itu, Mandla tidak henti-hentinya mengampanyekan boikot, divestasi dan sanksi (BDS) untuk Israel.

Mandla melihat ada dukungan masyarakat sipil yang besar untuk Palestina. Pesan yang selalu dia kampanyekan adalah "Apartheid adalah kejahatan terhadap kemanusiaan". Menurutnya, diperlukan langkah yang lebih efektif untuk memboikot perusahaan yang mengizinkan, berkolaborasi dan mendapatkan keuntungan dari apartheid.

Namun, dia juga mengingatkan, mereka yang tertindas tidak akan bisa lepas dari jeratan penindasan jika tidak bersatu. Persatuan bangsa-bangsa yang tertindas itu dimulai dengan adanya persatuan bangsa-bangsa Palestina sendiri.***

Sumber: republika.co.id




 
Berita Lainnya :
  • Kisah Cucu Nelson Mandela yang Mualaf dan Berjuang untuk Palestina
  •  
    Komentar Anda :

     
    PILIHAN +
    #1 BNPT: Mengubah Pancasila Berarti Membubarkan Bangsa Indonesia
    #2 Let's Graze with Cows at Padang Mangateh
    #3 JualBuy.com, Startup Asli Anak Riau Resmi Diluncurkan
    #4 Airlangga Hartanto Serahkan SK Pada Adi Sukemi untuk Maju di Pilkada Pelalawan
    #5 Polda Riau Selidiki Uang BLT Covid-19 yang Diselewengkan
     

     

    Quick Links

     
    + Home
    + Redaksi
    + Disclaimer
    + Pedoman Berita Siber
    + Tentang Kami
    + Info Iklan
     

    Kanal

     
    + Nasional
    + Politik
    + Ekonomi
    + Daerah
    + Hukrim
     
     

     

     
    + Internasional
    + Lifestyle
    + Indeks Berita
     
     
    © 2020 berkabarnews.com, all rights reserved