Hong Kong Singkirkan Buku Pro-Demokrasi dari Sekolah dan Perpustakaan Umum Rabu, 08/07/2020 | 13:29
JAKARTA - Buku-buku yang ditulis oleh aktivis pro-demokrasi di Hong Kong menghilang dari sekolah-sekolah dan perpustakaan umum. Dikutip dari Hong Kong Free Press, Selasa (7/7/2020) pemerintah Hong Kong sejak Senin (5/7/2020) telah mengeluarkan perintah agar semua buku yang mungkin bertentangan dengan UU Keamanan Nasional Hong Kong untuk ditarik.
"Sesuai dengan empat jenis pelanggaran yang diatur dengan jelas dalam undang-undang, manajemen sekolah dan guru harus meninjau materi pengajaran dan pembelajaran secara tepat waktu, termasuk buku,” kata Biro Pendidikan Hong Kong.
Mengutip dari The Guardian, buku-buku yang ditarik termasuk buku-buku yang ditulis oleh Joshua Wong, salah satu aktivis muda kota yang paling menonjol sekaligus pemimpin gerakan Umbrella 2014, dan Tanya Chan, seorang anggota parlemen pro-demokrasi yang terkenal.
UU Keamanan Nasional Hong Kong merupakan perubahan paling radikal sejak Hong Kong diserahkan kembali ke Cina oleh Inggris pada tahun 1997, tulis The Guardian. Para pemimpin China mengatakan kekuatan pemerintah akan memulihkan stabilitas setelah satu tahun protes pro-demokrasi, tidak akan melumpuhkan kebebasan dan hanya akan menargetkan "minoritas yang sangat kecil".
Dilansir dari CNN, bagian dari undang-undang baru termasuk pengenalan "pendidikan keamanan nasional" di sekolah-sekolah dan universitas. Terakhir kali Hong Kong mencoba memperkenalkan pendidikan kewarganegaraan China ke sekolah-sekolah lokal pada tahun 2012, hal itu menyulut protes puluhan ribu orang yang kemudian melakukan aksi di jalan-jalan dengan alasan pengenalan pendidikan keamanan nasional tersebut merupakan sebuah bentuk propaganda pemerintah.
Selain menarik buku-buku pro demokrasi, pemerintah Hong Kong juga memberikan sanksi kepada perpustakaan umum yang meminjamkan beberapa judul buku pro demokrasi. Situs web perpustakaan mereka saat ini terdaftar sebagai "sedang ditinjau" sejak Sabtu (4/7/2020), menurut penyiar publik RTHK.
Dalam konferensi pers pada hari Selasa (7/7/2020), Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menepis kekhawatiran bahwa undang-undang tersebut akan merusak, mengintimidasi atau menyerang kebebasan rakyat.
"Alih-alih menyebarkan ketakutan, undang-undang itu justru akan menghilangkan ketakutan dan membiarkan orang-orang Hong Kong kembali ke kehidupan damai yang normal dan Hong Kong akan melanjutkan statusnya sebagai salah satu kota teraman di dunia," katanya.
Selain penarikan buku, pekerja media di Hong Kong juga mulai khawatir terhadap kemungkinan penyensoran atau penuntutan di bawah hukum setelah pemerintah Hong Kong mengatakan bahwa mereka akan melakukan peninjauan enam bulan terhadap tata kelola dan manajemen penyiaran publik RTHK mulai 15 Juli 2020.**/rbk