PETI Kuansing, Antara Periuk Nasi dan Perusak Lingkungan Jumat, 07/05/2021 | 11:43
Aparat membakar peralatan PETI
BNEWS - Keberadaan Penambang Emas Tanpa Izin ( PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi memang dilematis, bak makan buah simalakama. Dimakan bapak mati tak dimakan ibu mati. Dan bertahun bahkan berpuluh tahun jadi polemik yang tak sudah.
Pada satu sisi, PETI jelas melanggar aturan dan keberadaannya adalah ancaman serius bagi lingkungan, jadi harus dihentikan. Pada sisi lain, pelaku menggantungkan hidup untuk mencari nafkah keluarga dari sana. Keluarga mereka butuh makan, butuh biaya dan hanya PETI tempat menggantungkan harapan.
Turun temurun PETI menjadi sumber nafkah sebagian masyarakat Kuansing. Jalan yang ditempuh akhirnya melawan hukum dan main kucing-kucingan dengan aparat hukum. Mereka rela bertarung dengan maut, demi uang untuk bertahan hidup.
Apalagi saat pandemi Covid-19 melanda, tak ada pekerjaan lain yang bisa mendatangkan rupiah. Bahkan yang sudah bekerja pun harus menganggur kena PHK.
"Kami tak punya pekerjaan lain saat pandemi ini. Kami butuh makan, keluarga kami butuh makan. Kami terpaksa melakukan kegiatan illegal ini," kata seorang penambang, Suardi.
Menurutnya, masyarakat Kuansing yang melakukan PETI ini pun tidak sembarangan melakukan kegiatan tersebut, karena mereka menambang di tanah milik sendiri.
"Setelah kami melakukan penggalian kami juga meratakan kembali tanah tersebut dan bisa ditanam kembali, kami tahu tidak memiliki izin tapi tolong berikan kami solusi dan tunjukan cara mengurus izin," katanya.
Tentunya mereka berharap Pemerintah Daerah Kuansing maupun provinsi dan pusat, bisa mencarikan jalan keluar untuk mereka, apa lagi di tengah pandemik saat lapangan pekerjaan lain sangat sulit didapatkan.
"Bantu kami, tolong kami, bagaimana agar kegiatan ini legal atau bagaimana cara agar kami bisa dapat makan, karena kami bukan mencari kaya," katanya.**/dai