PMI di Timur Tengah Diminta Waspada Seiring Memanasnya Konflik Iran-Israel Senin, 16/06/2025 | 11:23
Berkabarnews.com, Jakarta - Memanasnya konflik Israel-Iran tidak hanya memicu ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, tetapi juga menyulut kekhawatiran akan keselamatan warga negara Indonesia, khususnya pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di wilayah tersebut.
Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengatakan, Indonesia harus bersikap ekstra hati-hati menyikapi eskalasi konflik ini, terutama terkait pengiriman tenaga kerja ke negara-negara Timur Tengah.
Karding menegaskan, perlindungan terhadap PMI adalah prioritas utama pemerintah. Pihaknya terus memantau kondisi keamanan global, khususnya di Timur Tengah, agar tidak mengorbankan keselamatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
"Kami akan terus meningkatkan pengawasan terhadap PMI di seluruh dunia," ujarnya.
Namun, Menteri Karding juga menekankan bahwa PMI yang berangkat secara prosedural cenderung aman dan tidak mengalami masalah berarti.
Berdasarkan pengamatannya selama 8 bulan menjabat sebagai menteri P2MI, hampir semua masalah yang menimpa PMI terjadi pada mereka yang berangkat secara nonprosedural.
Sebagai bagian dari upaya perlindungan jangka panjang, Kementerian P2MI kini fokus melakukan pembenahan tata kelola pengiriman PMI. Perbaikan ini akan mencakup aspek hukum, pengawasan, hingga pemberantasan calo tenaga kerja.
"Sekarang kami akan memperbaiki tata kelolanya. Kita akan melakukan peningkatan hukum, dan sosialisasi secara masif," bebernya, dilansir detik.com.
Dia menambahkan, pemerintah juga terus mendorong keberangkatan PMI dengan persiapan yang matang dan legalitas lengkap, sehingga para pekerja benar-benar siap secara fisik, psikologis, dan administratif menghadapi tantangan di negara tujuan.
Dengan situasi di Timur Tengah yang semakin tidak stabil akibat konflik Iran-Israel, langkah cepat pemerintah melalui Kementerian P2MI menjadi krusial dalam memastikan keselamatan PMI di kawasan tersebut.
"Kita harus hati-hati. Sementara kita hati-hati untuk ke Timur Tengah," kata Menteri P2MI.
Peringatan ini muncul setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke Teheran, Iran, pada Jumat (13/6/2025) pagi. Serangan di sejumlah wilayah ibu kota Iran tersebut dilaporkan menargetkan markas Garda Revolusioner dan beberapa fasilitas strategis lainnya.
Bahkan, media Iran mengabarkan bahwa Jenderal Hossein Salami, kepala Garda Revolusioner, turut menjadi korban.
Tak hanya bersifat militer, serangan ini juga berdampak politis. Insiden terjadi tak lama setelah Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengeluarkan kecaman terhadap Iran atas sikap tidak kooperatif dalam program nuklirnya.
Sebagai respons, Iran mengumumkan rencana pembangunan fasilitas pengayaan uranium baru menggunakan teknologi sentrifugal yang lebih canggih, langkah yang memicu kekhawatiran global.**/ara