Hasil Autopsi Tewasnya Bocah SD di Inhu, Usus Buntu Pecah dan Luka Memar Rabu, 04/06/2025 | 21:31
Berkabarnews.com, Pekanbaru - Tim Forensik Polda Riau yang dipimpin AKBP Supriyanto dan Dr. dr. Mohammad Tegar Indrayana, melaksanakan autopsi di RSUD Indrasari, Rengat, untuk mengetahui penyebab kematian bocah SD yang santer disebutkan akibat mengalami kekerasan dari rekan kelasnya.
Autopsi dilakukan menyeluruh berdasarkan temuan medis dan fakta pendukung lainnya. AKBP Supriyanto mengungkapkan, hasil autopsi menunjukkan adanya kebocoran pada usus buntu (appendiks) yang menyebabkan peradangan luas pada rongga perut atau infeksi peritonitis.
Kondisi ini kemudian berkembang menjadi infeksi sistemik berat yang menyebabkan kematian korban.
“Penyebab kematian adalah infeksi sistemik akibat pecahnya usus buntu, yang menyebabkan peradangan hebat di rongga perut,” jelasnya.
Tim forensik juga menemukan beberapa luka memar di tubuh korban. Namun, belum dapat dipastikan apakah luka tersebut berhubungan langsung dengan pecahnya usus buntu atau kekerasan lain yang mungkin memperparah kondisi korban.
“Memang ditemukan beberapa memar, namun sejauh ini belum terbukti bahwa memar tersebut menjadi penyebab pecahnya usus buntu,” tambah AKBP Supriyanto.
Penjelasan ini diungkapkan dalam konferensi pers terkait hasil autopsi terhadap anak di bawah umur tersebut, Rabu (4/6/2025).
Kegiatan ini dipimpin oleh Dirreskrimum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan, didampingi PLH Kabid Humas AKBP Vera Taurensa, Kapolres Inhu AKBP Fahrian S. Siregar, serta sejumlah pejabat dan tim forensik terkait.
Kombes Pol Asep Darmawan menjelaskan bahwa korban, seorang anak laki-laki berusia 8 tahun, diduga mengalami kekerasan oleh lima anak laki-laki lainnya yang juga masih di bawah umur.
Kapolres Inhu AKBP Fahrian S. Siregar menambahkan, penyelidikan dimulai setelah pihaknya menerima laporan meninggalnya seorang anak.
Berdasarkan keterangan orang tua korban, sebelum wafat, anak tersebut sempat mengeluh sakit dan dibawa berobat ke tukang urut serta ke klinik setempat. Namun kondisinya terus memburuk hingga akhirnya meninggal dunia.
"Hingga kini kami telah memeriksa setidaknya 22 saksi, termasuk kedua orang tua korban, dua tukang urut, dua dokter, lima teman sekolah korban, kepala sekolah, dan sejumlah pihak lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan guna merangkai kronologi kejadian yang mengakibatkan kematian korban," ujar AKBP Fahrian.
Pihak kepolisian masih melanjutkan penyelidikan untuk memastikan apakah terdapat unsur kekerasan yang mempercepat memburuknya kondisi korban.**/Iin