Setiap hari aku petik bunga luka hingga ke putik sarinya agar tak terus berbiak sempurna lalu menyimpan dengan rapi di bilik terdalam jiwa membuhul tanpa tanda agar tak bisa dibuka
Lalu purnama berlari purnama berganti sayangnya dia bersama bayu senja membawa putik baru luka menyemai lagi di beberapa titik kisah
Lalu aku mengulang hal serupa memetiknya lagi menyimpannya lagi kini bersama tawa karena meski terus berbunga luka tak mampu bertahta dia luruh, tunduk , meski terus berganti rupa
Aku bertutur pada senja "seperti aku lahir seperti aku pergi disambut azan diantar azan, lalu takut apa aku pada sunyi?"
Aku melihat purnama menari-nari aku juga menari-nari jiwa yang kembali basah karena menemukan kata kunci lewat bunga luka yang terus mengelana "Kuatlah, jangan berharap ke sesiapa, hidup hanya pengulangan- pengulangan kisah."
Aku kini berkelana bersama segala keheningan rasa dalam bahtera batin diantara zikir diantara takdir "aku siap jika waktu itu hampir tak lagi takut pada akhir karena kisah telah terukir bahkan sejak sebelum lahir" (Diamanda, 21-3-2025)